BU NI'MAH
Jumat, 18 Mei 2012
BROSS CANTIK DAN MURAH
Lekas berburu dan dapatkan koleksi lainnya.
Hanya disini!!!!! anda bisa dapatkan Bross murah dan cantik
Syifa center
Jl. Jemur wonosari no 24 surabaya
telp 031 83236605
menerima pemesanan antar
harga belum termasuk ongkos kirim www.goegle.com www.facebook.com
Rabu, 27 Oktober 2010
shalat khusyu' itu mudah
Maka saya bersikap rileks. Kepala hingga pinggang dikendorkan, jatuh laksana kain basah yang dipegang ujungnya dari atas. Berat badan mengumpul di kaki yang kemudian serasa keluar akarnya, mengakar ke bumi. Berdiri santai, senyaman kita berdiri. Abu Sangkan menggambarkan laksana pohon cemara, meluruh atasnya, kokoh akarnya sehingga luwes tertiup angin namun tak roboh.
Bersikap rileks menyiapkan diri kita untuk siap ‘menerima’ karunia khusyu’, karena khusyu’ itu diberi bukan kita ciptakan.
Lalu saya mulai bertakbir, Allahu Akbar. Dan selanjutnya saya baca dengan pelan-pelan. Karena bacaan shubuh harus diucapkan agak keras, maka saya rendahkan suara saya. Pelan sesuai tips buku itu, rendah suara karena -jujur- saya agak malu kalau suara saya terdengar istri saya yang sedang tiduran. Rasanya seperti baru belajar sholat lagi. Saya berdiri lama, banyak berhenti kalau memang sedang tidak ingin baca. Saya meresapi kesendirian dan berusaha menangkap kehadiran Tuhan yang sesungguhnya amat dekat dengan kita, namun kita tumpul untuk merasakannya. Saya sedang menemuiNya sekarang. Saya, ruh saya tepatnya. Badan fisik ini hanyalah alat yang mengantar ruh ini berjumpa kembali dengan yang dicintainya, ialah Allah yang meniupkan ruh ini dahulu ke dalam badan fisik.
Break sebentar. Pernah sholat di belakang imam yang ‘ngebut’ sholatnya? Saya pernah, dan jujur saya kesal. Baru mau selesai Al Fatihah, eh dia sudah ruku’. Saya mau ruku’ eh dia sudah berdiri I’tidal. Dan seterusnya. Saya kesal karena irama kecepatan sholat kami berbeda. Dia - menurut saya- terlalu cepat.
Ternyata demikian halnya dengan sholat kita sendiri. Ketika kita sholat, selain badan fisik kita ini sholat pula ruh kita. Ruh inilah yang benar-benar ingin sholat -kembali menemui Tuhannya- sementara badan fisik ini sarana kita mengantarnya dengan gerakan dan bacaan. Ruh kita ini sesungguhnya ingin sholat dengan tenang, santai, tuma’ninah. Sayangnya badan kita ‘ngebut’, jadilah ruh kita itu jengkel sejengkel-jengkelnya karena selalu ketinggalan gerakan badan. Maka tips sederhana dari buku itu adalah jika ruku’, tunggu, tunggu hingga ruh ikut mantap dalam ruku’ itu. Saat I’tidal, tunggu, tunggu hingga ruh mu ikut mantap I’tidal. Demikian pula saat sujud, duduk antara dua sujud, juga duduk tasyahud. Tunggu, tunggu hingg ruh mu ikut sujud, ikut duduk, ikut tasyahud.
Berikan kesempatan ruh kita -sebut saja “aku” yang sejati- untuk mengambil sikap sholatnya. Dia agak lamban, namun sholat ini utamanya untuk ‘aku” kita itu, bukan untuk badan fisik kita.
Maka saya shalat dengan sangat pelan. Santai. kalau sedang malas baca, saya diam saja. menikmati kepasrahan saya hadir menemui Tuhan. Saya baca bacaan sholat dengan pelan. Saya mencoba berdialog, dan itulah memang esensi sholat.
Esensi sholat adalah doa, berdialog dengan Allah secara langsung.
Kita sebenarnya diberi kesempatan untuk mengadu. Kita adukan semua persoalan kita kepada Allah. Kita adukan semua kebingungan kita, pekerjaan, rizki, kesehatan, cinta, dan semua apapun. Kita mengadu, dan kita pasrah menunggu dijawab. Dan pasti Allah menjawabnya langsung. Ruh bisa merasakannya, namun kalau dia dipaksa tertinggal-tinggal oleh gerakan badan, maka dia tidak sempat menikmati pertemuan dengan Allah itu.
Saat ruku’ saya ruku’ lama, sambil menarik regang kaki dan punggung saya. Nikmati saja seperti menikmati peregangan bila senam. Saat sujud, saya tumpukan kepala sebagai tumpuan utama. Nikmat rasanya ‘terpijat’ dahi ini oleh gerak sujud. Saat ruh telah ikut sujud, saya baca dengan penghayatan, “Subhana robbiyal a’laa wa bi hamdih” (Maha Suci Engkau yang Maha Tinggi dan Maha Terpuji). Rasanya nikmat sekali sujud lama.
Lalu, lalu saya duduk setelah sujud. Saya baca sepotong-sepotong bacaannya, sesuai tips buku itu. Robbighfirlii (Ya Tuhan ampunilah aku). Lalu saya diam. Tiba-tiba keluar sendiri air mata, saya menangis karena menyadari betapa dalam makna kalimat pengaduan ini. Kita minta secara langsung untuk dimaafkan . Ruh kita meminta secara langsung, dan Allah menjawabnya. Saya menangis. Ruh saya, kita yang sejati, menangis. War hamnii (dan sayangilah aku), air mata itupun tumpah. Wajburnii. Diam. War fa’nii. Diam. Saya tak terlalu yakin arti yang saya baca. Tapi saya makin menangis. Warzuqnii (beri rizki padaku -Ya Allah), air mata saya tumpah, betul-betul saya tiba-tiba sadar bahwa selama ini saya mengejar-ngejar rizki tapi tidak serius mengakui itu dariNya, lalu saat ini saya sedang memintanya langsung! Wahdinii (tunjukilah aku -karena aku sedang bingung dan tak tahu). Diam, saya menangis. Wa’aafinii (dan sehatkan aku -aku yang sedang sakit pilek). Wa’fuannii (dan maafkan aku- yang banyak dosa ini). Saya duduk lama sekali. Sambil mengusap air mata yang bercucuran.
Shalat shubuh dua rakaat ini panjang. Ditutup dengan tasyahud yang menggetarkan. Apalagi ketika membaca “Assalaamu’alainaa wa ‘alaa ibaadillahisshoolihiin” (keselamatan mohon dikaruniakan kepada kami -para ruh yang sedang menemuiMu- dan atas ruh-ruh ahli-ahli ibadah yang sholih). Saya menangis terus-menerus, sehingga berulang kali mengusap lendir yang keluar dari hidung.
Setelah shalat, sesuai dengan tips buku itu, saya mulai berdoa dengan meratap. Saya ucapkan hanya, “Ya Allah… Ya Allah… Ya Allah…”, sambil mengangkat tangan setinggi wajah seperti seorang pengemis yang meminta-minta. Berkali-kali, hingga hati saya siap berdoa. Saya ingat buku Al Ghazali dulu saya baca, sekitar 15 tahun lalu, yang berjudul Rahasia Shalat. Salah satu poin yang saya ingat adalah, kalau kita ingin dekat Allah maka kita harus sungguh-sungguh memanggilnya laksana seorang anak kecil yang ketakutan karena ada ular atau bahya, lalu memanggil-manggil ayahnya, “Ayah… Ayah… Ayah…”, maka ayahnya pasti datang dengan seruan itu dan melindungi anak tersebut. Demikianlah kalau kita ingin bebas dari maksiat, kata Al Ghazali, maka kita harus panggil dengan betul-betul ketakutan akan maksiat tersebut, kita panggil pelindung kita dengan sungguh-sungguh seakan anak kecil memanggil-manggil ayahnya, maka akan dilindungi kita dari maksiat tersebut.
Lalu saya berdoa, dengan masih terus menangis. Saya merasa mengadu dan masih mengadu di depan Tuhan secara langsung. Saya mengikhlaskan apapun jawaban dari doa saya tersebut.
Saya bahagia bisa merasakan sholat seperti itu. Tidak akan tergantikan dengan uang dan kemewahan dunia lainnya.
Sungguh pengalaman yang menakjubkan. Cerita berhalaman-halaman tidak akan mampu melukiskan hal itu. Silahkan coba sendiri, rasakan sendiri, menagislah mengadu kepada Allah sendiri. Saya cuman mau berbagi cerita, dengan kekahwatiran saya kehilangan rasa yang sama di sholat berikutnya (insya Allah mudah-mudahan tidak akan hilang).
Problem yang sekarang muncul, tampaknya akan sulit lagi saya menikmati sholat kilat, di belakang imam yang irama sholatnya lebih cepat dari saya. Apakah saya perlu sholat sendiri dulu beberapa waktu ini?
Senin, 05 Juli 2010
Karakteristik Seorang Pendidik
Ketika seseorang masih kanak-kanak, ia memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk kita bentuk. Mereka sangat cepat untuk meniru orang lain, khususnya orang-orang yang mereka kagumi. Jikalau seorang anak menemukan orang yang ia kagumi, tidak lama kemudian semua gerak-geriknya akan sama seperti orang yang dikaguminya itu.
Pada usia 8 tahun, saya mempunyai seorang guru SM yang sangat baik, begitu mencintai Tuhan, dan begitu mengenal anak-anak didiknya. Saya sangat mengagumi dia. Ia seorang guru perempuan, padahal saya laki- laki. Tanpa sadar saya mulai mengikuti gerak-geriknya. Bahkan, ketika guru itu bibirnya sedikit miring, maka bibir saya ikut-ikut miring. Kekaguman akan membuat kita ingin meniru atau menjadi imitasinya dan mau meneladani dia. Itu sebabnya, saya minta Saudara perhatikan kalimat ini: pendidik harus mempunyai satu pribadi yang pantas menjadi seorang pendidik. Ini kriteria yang sangat penting. Sebagai seorang pendidik kita sedang membangun pribadi seseorang menurut pribadinya sendiri. Kalau seorang pendidik memiliki kepribadian yang belum beres, atau tidak sesuai dengan kedudukan dan kewajiban sebagai pendidik, maka pribadinya yang tidak baik akan merusak orang lain, sekalipun ia memiliki teori pendidikan yang sangat baik, yang terus-menerus keluar dari mulutnya.
Jika kita menjadi pendidik, biarlah kita mengingat suatu konsep dasar bahwa pendidikan harus dimulai dengan mendidik pribadi. Pendidikan bukan penyalur pengetahuan, pendidikan juga bukan merupakan salah satu di antara sekian banyak profesi untuk menyelesaikan problema nafkah hidup kita sendiri. Pendidikan adalah pembentukan karakter, maka pendidik sendiri harus mempunyai karakter yang bertanggung jawab. Dasar ini merupakan dasar yang sangat penting. Sejarah sebenarnya merupakan ekstensi dari bayang-bayang karakter-karakter yang agung, yang muncul di dalam sejarah manusia. Sejarah suatu suku, atau suatu bangsa atau dari satu bidang akademik, sebenarnya merupakan eksistensi gerak-gerik dari bayang- bayang beberapa karakter yang agung. Jika di dalam sejarah tidak ada pribadi-pribadi yang begitu agung dan bersifat mempengaruhi, maka tidak ada sejarah yang bisa dicatat bagi kita. Tidak ada orang yang sekarang mau mempergunjingkan berapa gaji yang diterima oleh Socrates ketika hidup, atau kemungkinan banyaknya, dan harganya pertambangan yang bisa dijual secara internasional. Orang tidak mau terlalu menghiraukan hal itu, tetapi orang akan memikirkan siapa orang yang berpribadi agung, yang memberikan kontribusi agung bagi zamannya dan bagi zaman yang akan datang.
Sejarah mempunyai bayang-bayang yang berkesinambungan dari gerak- gerik yang dipengaruhi oleh karakter-karakter yang agung. Pada waktu kita menelusuri sejarah kembali, maka karakter-karakter agung yang pernah muncul dalam sejarah segera masuk ke dalam bayang-bayang kita. Ketika kita memikirkan Socrates, atau Beethoven, atau Abraham Lincoln, atau yang lain, kita akan langsung melihat sumbangsih mereka. Semua ini menunjukkan bahwa sejarah dibentuk oleh pribadi- pribadi yang berpengaruh yaitu pribadi-pribadi yang memiliki potensi baik dan sekaligus bahayanya, yang bersama-sama bertumbuh dan berada di dalam hidup seseorang. Ketika kita memikirkan tentang Jerman, kita langsung memikirkan orang-orang yang penting, seperti Beethoven, Hegel, Goethe, Schiller, termasuk Hitler. Karakter- karakter tertentu akan menjadi simbol dari suatu bangsa, budaya, atau suatu sistem akademis tertentu. Maka semua yang kita pikirkan akan dipengaruhi oleh beberapa karakter itu. Demikian juga ketika kita membicarakan sejarah Kekristenan, selain kita memikirkan Kristus, kita juga memikirkan Paulus, Timotius, Agustinus, Polycarpus, Luther, Calvin, B.B. Warfield, Billy Graham, dan lain- lain. Karakter-karakter Kristen yang telah memberikan sumbangsih yang bernilai di dalam sejarah, kita ingat dan kita pelajari, sehingga menjadi teladan bagi kita. Itu sebabnya pembentukan karakter sangat penting dalam pendidikan. Setiap orang tua, guru Kristen di sekolah, guru SM atau guru pribadi, adalah orang-orang yang diberi hak yang sangat besar oleh Tuhan untuk mendidik karakter- karakter yang diberikan kepadanya. Inilah suatu hak istimewa yang sangat besar. Sebagai Hamba Tuhan, dengan sungguh- sungguh saya berkata kepada Saudara: "Hormatilah diri Saudara sebagai guru."
Jikalau Saudara secara sembarangan menjadi guru, tanpa pengabdian, tanpa komitmen dan tidak mengetahui berapa besar kemungkinan sumbangsih Saudara kepada masyarakat, nusa bangsa dan sejarah, pada kebudayaan dan pada gereja, maka Saudara tidak menyadari berapa besar pengrusakan yang akan Saudara akibatkan melalui pendidikan yang Saudara lakukan. Maka sekali lagi dengan amat sangat saya meminta kepada setiap Saudara untuk menghormati hak yang ada pada Saudara, kedudukan Saudara sebagai guru anak-anak. Allah telah memberikan yang paling berharga kepada Saudara. Bukan emas atau perak atau hal-hal yang lain, tetapi menyerahkan anak-anak manusia, yang diciptakan menurut peta dan teladan-Nya sendiri, yang mempunyai pribadi-pribadi yang tidak pernah terulang dan tidak mungkin diganti. Bagaimanakah Saudara mendidik mereka?
Ketika seorang ayah sedang berjalan menuju ke tempat seorang pelacur di malam hari, ia beranggapan tidak ada yang mengetahui kepergiannya. Ketika hampir tiba di rumah pelacur itu, pada saat ia melihat ke belakang, ia melihat anak laki-lakinya mengikutinya dari belakang. Ia memarahi anaknya dan mengusir anaknya pulang. Ia masih ingin memakai wibawanya sebagai ayah. Tetapi anaknya hanya tertawa dan mengatakan bahwa ia sudah mengikuti ayahnya selama dua bulan. Ia berkata: "Saya baru tahu bahwa Ayah yang begitu galak ternyata tidak beres." Mulai hari itu, dengan kuasa apakah ayah seperti itu bisa mengatakan apa yang boleh atau apa yang tidak boleh dilakukan anaknya?
Orang tidak mungkin tidak menghormati Saudara, kecuali Saudara sendiri tidak menghormati diri Saudara sendiri terlebih dahulu. Kalau boleh saya meminta dengan sangat kepada para orang tua, para guru, hiduplah secara beres, demi hidup anak-anak Saudara dan anak- anak didik Saudara. Hargailah diri Saudara yang menjadi guru orang lain. Hargailah hak Saudara untuk menjadi ayah dan ibu orang lain. Masih ingatkah, ketika kecil kita menyebut "ayah" atau "ibu" dengan begitu hormat? Jika ada anjing mau menggigit kita, kita tidak lari mencari polisi, kita mencari ibu, meskipun anjing itu lebih besar dari ibu, kita tetap yakin ibu bisa memberikan pengharapan bagi kita, ibu pasti akan menyelesaikan problema kita. Hargailah diri Saudara, karena Saudara sedang menggarap diri orang lain.
Salah satu hal yang paling besar yang ada dalam diri dan hidup kita adalah: pengaruh pribadi kepada pribadi lain. Pengaruh pribadi kepada pribadi ini kurang dibahas di dalam bidang-bidang ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini. Di situlah Tuhan memberikan sesuatu kemungkinan bahwa melalui apa yang Saudara lihat dan ketahui, Saudara dapat mendidik apa yang tidak kelihatan. Hal seperti ini sangat tegas di dalam Alkitab. Paulus menegaskan bahwa setiap orang yang bisa dipelajari dan menjadi teladan bagi hidup kita, harus diperhatikan sampai ke titik akhir hidup mereka. Paulus menuntut untuk jemaat saling melihat, apakah apa yang mereka lakukan seumur hidup mereka cukup konsisten. Jikalau seseorang mengajar sesuatu sedemikian muluk, tetapi kemudian apa yang ia lakukan sama sekali berlawanan dengan apa yang ia ajarkan, itu hanya ucapan yang kosong belaka. Tetapi, jika seseorang melayani Tuhan selama berpuluh- puluh tahun dengan semangat yang sama, sungguh-sungguh berkorban, sungguh-sungguh berjerih lelah untuk orang lain, dan sungguh-sungguh mengabdi kepada Tuhan, maka ia adalah orang yang patut dihormati. Ia sungguh-sungguh seorang hamba Tuhan, dan ia sungguh-sungguh boleh menjadi guru. Saya terus berharap agar ketika anak-anak saya telah bertumbuh menjadi dewasa, mereka tetap dapat menganggap saya sebagai ayah yang dapat mendidik mereka dengan baik. Demikian juga, saya berharap agar murid-murid saya, ketika mereka telah menjadi pendidik- pendidik, mereka tetap bisa mengaku bahwa saya bisa mendidik mereka. Saya berharap setiap Saudara juga mempunyai tekad yang sama seperti saya, tetap konsisten dan berkesinambungan semangatnya dari awal sampai akhir, "Lihatlah titik akhir hidup orang-orang itu."
Di dalam peribahasa Tionghoa dikatakan: "Setelah peti mati itu ditutup, barulah terjadi kritik atau pujian yang betul-betul adil." Sebelum seseorang meninggal, jangan terus-menerus dipuji, karena mungkin ia akan jatuh di titik akhirnya. Sebelum ia meninggal juga jangan terus-menerus dikritik, karena mungkin sebelum meninggal ia bisa bertobat dan menjadi lebih baik dari pengritiknya. Itu berarti masalah kesinambungan, waktu menjadi suatu saksi yang setia. "Time is the most faithful witness to your personality." Itu sebabnya, satu peribahasa kuno mengatakan, "Jalan yang panjang akan menguji kekuatan kuda". Untuk mengetahui kuda yang baik, tidak dengan melihat tubuhnya saja, tetapi dengan melihat ketika kuda itu berlari jauh. Demikian juga, hari dan tahun-tahun yang lama akan menguji kesetiaan kawan.
Kita harus menghormati diri kita, menghormati pekerjaan yang diberikan oleh Tuhan, menghormati profesi sebagai pendidik yang begitu berharga yang dimandatkan oleh Tuhan kepada kita.
pendidikan karakter
Itu jenis kenakalan pelajar yang paling umum, sedangkan kenakalan lainnya antara lain senang berbohong, membolos sekolah, minum minuman keras, mencuri, aborsi, berjudi, dan banyak lagi.
Namun, pelajar yang patut dibanggakan juga ada, seperti mereka yang menjuarai olimpiade sains, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Bahkan, pelajar Indonesia menjadi juara umum dalam International Conference of Young Scientists (ICYS) atau Konferensi Internasional Ilmuwan Muda se-Dunia yang diikuti ratusan pelajar SMA dari 19 negara di Bali pada 12-17 April 2010.
Agaknya, fakta yang ada menunjukkan pendidikan karakter bagi pelajar Indonesia sudah sangat penting untuk dicanangkan kembali dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei 2010.
Hal ini pun mengingat, kritik terhadap pendidikan formal yang ada di Indonesia sudah banyak dilontarkan.
Misalnya, pendidikan di Indonesia disebut-sebut hanya melahirkan ahli matematika, fisika, dan kimia, tetapi lulusannya tidak memiliki karakter.
"Faktanya, pengangguran terdidik di Indonesia saat ini mencapai 1,2 juta orang, sedangkan pengangguran tak terdidik hanya 700 orang," kata konsultan kewirausahaan, Imam Supriyono di Surabaya.
Dalam seminar pendidikan bertajuk Pendidikan dan Dunia Kerja yang digelar HMI Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, Surabaya, pemimpin SNF Consulting itu menilai bahwa fakta yang ada membuktikan pendidikan di Indonesia sangat formalistik.
"Padahal, bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk yang mencapai 225 juta jiwa dengan penduduk miskin cukup besar itu membutuhkan pendidikan karakter," ucapnya.
Penulis sejumlah buku pendidikan dan kewirausahaan itu mengatakan, karakter yang diharapkan lahir dari dunia pendidikan adalah karakter yang jujur, tidak minta-minta, dan mampu menemukan jati diri.
"Kalau pendidikan hanya mengukur seseorang dari aspek nilai matematika, fisika, dan kimia maka pendidikan di Indonesia tidak akan melahirkan karakter," ujarnya.
Pendidikan karakter
Masalahnya, quo vadis (ke manakah perginya) pendidikan karakter dalam kurikulum pendidikan di Tanah Air tercinta?!
"Pendidikan karakter itu jangan seperti dulu lagi, seperti pendidikan Pancasila yang dimasukkan dalam mata pelajaran," kata artis yang juga praktisi pendidikan, Dewi Hughes, kepada ANTARA di Surabaya.
Di sela-sela orientasi peningkatan kapasitas kelembagaan dan penyelenggaraan program pendidikan masyarakat di Surabaya, presenter berbagai mata acara televisi itu menilai pendidikan karakter tidak boleh ada secara khusus.
"Karakter itu enggak boleh khusus, tapi dimasukkan dalam kurikulum pada semua mata pelajaran, misalnya pendidikan budaya, agama, ekonomi, matematika, kewirausahaan, dan sebagainya," tutur pemilik PKBM/TBM E-Hughes itu.
Misalnya, pelajaran ekonomi atau kewirausahaan harus diberi "selipan" materi yang mengajarkan tentang kejujuran, kepercayaan, keberanian, dan sebagainya.
"Kalau pada pendidikan formal yang bersifat khusus seperti Pancasila atau budi pekerti, saya kira pendidikan karakter akan justru sulit masuk karena hanya menjadi pengetahuan atau hapalan," ucapnya.
Oleh karena itu, katanya, kurikulum untuk semua mata pelajaran harus diberi muatan tentang pendidikan karakter di dalamnya. Pandangan itu dibenarkan pengamat pendidikan dari ITS Surabaya, Daniel M Rosyid PhD.
"Dalam dua dekade terakhir, pendidikan di Indonesia mengalami dis-orientasi, karena pendidikan di Indonesia justru mengarah kepada dunia industri seperti yang pernah terjadi di Amerika dan Inggris pada 30 tahun lalu," katanya.
Padahal, kata mantan Ketua Dewan Pendidikan Jatim itu, disorientasi dalam dunia pendidikan di Indonesia itu justru menjauhkan pendidikan dari dunia industri.
"Saya kira, disorientasi harus diatasi secara de-schooling atau mengarahkan pendidikan sebagai ihtiar dalam pelayanan atas kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat pelajar dan orangtua mereka," katanya.
Agaknya, pendidikan di Indonesia sudah saatnya untuk memihak kepada kompetensi, baik kompetensi keahlian maupun kompetensi karakter; bukan hanya kompetensi matematika, kimia, fisika, dan sejenisnya, melainkan justru dua kompetensi, yakni keterampilan dan karakter.
Senin, 04 Mei 2009
05 Mei 2009
Etika Periklanan
![]()
Secara kondisioal iklan di maksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Kerena itu iklan harus dibuat semenarik dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak mau konsumen akan tertarik untuk memperhatikannya. Iklan merupakan suatu proses kerja yang sangat penting dalam menunjang performance suatu perusahaan dihadapan masyarakat.
Oleh karena itu untuk menghasilkan iklan yang sesuai dengan kepentingan perusahaan maka iklan harus dirancang secara matang dari proses assignment yang diberikan perusahaan, proses kreatifnya, proses produksi sampai pada proses pilihan waktu penayanngannya.
Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauhmana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat dari informasi produsen.
Dalam hal berbagai produk yang sejenis tidak mustahil produsen tertentu tergoda untuk memanipulasi informasi sehingga produknya mempunyai daya tarik yang lebih besar bagi para konsumen.
Etika bisnis dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak mendapat informasi yang sebanarnya dari produk yang diiklankan.
Secara umum tradisi beriklan yang sehat yang dapat mendorong terwujudnya citra produk dicirikan oleh tiga aspek penting yaitu:
Etis, Estetis, Artistik
Etis : berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan? secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut. Sebagai contoh, seorang produsen mengiklankan produk pembalut wanita, tidak mungkin seorang produsen memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut, atau iklan sabun mandi, tidak mungkin juga para produsen mengiklankan sabun mandi dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh. Karena hal itu berkaitan juga dengan norma-norma, yang berlaku dalam masyarakat. Jadi intinya iklan harus menampilakan sesuatu yang pantas yang tidak bertentangan dengan norma-nama, atau kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Estetis
Estetis berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa.
Selanjutnya adalah Estetika
Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan action membeli dan menggunakan produk tersebut.
Selasa, 28 April 2009
Sejarah Periklanan

Masa sesudah ditemukannya Mesin Cetak
Penemuan mesin cetak Gutenberg 1450 meningkatkan angka melek huruf sehingga merangsang orang untuk berbisnis iklan. Periklanan jadi bisnis massal. Bentuk awalnya berupa poster,handbill (selebaran), dan iklan baris (classified) di surat kabar.
1472 William Caxton di London mencetak iklan berbahasa Inggris pertama berupa selebaran (handbill) berisi tuntunan keagamaan tentang perayaan paskah (rules for the guidance of the clergy at easter). Versi lain mengatakan iklannya berupa penjualan injil (prayer book). Awal abad 16 dan 17 yang banyak ditampilkan adalah iklan tentang budak belian, kuda buku, obat.
Sebagai bentuk printed advertising, periklanan berkembang di awal abad 15-16. Beberapa waktu kemudian mulai muncul metode iklan dengan tulisan tangan dan dicetak di kertas besar yang berkembang di Inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris ditemukan pada Imperial Intelligencer Maret 1648.
Pada tahun 1622 Surat kabar terbit di Inggris terbit untuk pertama kalinya,The Weekly News kemudian disusul The Tattler yang terbit tahun 1709 dan The Spectator yang terbit pada 1711. Ketiga Koran ini merupakan media cetak yang membawa lembaran iklan secara piggy-back.
Pada tahun 1655 istilah iklan (advertisement) muncul pertama kali dalam injil untuk menunjuk istilah “peringatan”/“pemberitahuan” (warning/ notification).
Pada tahun 1660 mulai istilah itu dipaka untuk keperluan informasi komersial (commercial information), khususnya oleh para saudagar toko.Pesan-pesan iklan lama kehalaman semakin simple dan inovatif sejak tahun 1700 dan 1800-an.
Pada tahun 1690 lahir Public Occurencs Both Foreign and Dometic, Koran (tidak harian) pertama di Amerika hanya membuat satu berita (issue).
Periklanan secara nyata mulai menunjukkan kemajuan di awal abad 17 di Inggris untuk mempromosikan buku dan Koran yang mulai berkembang.Pada abad ke-17 di Inggris, pesan-pesan komersial masih berbentuk poster atau selebaran lepas yang dikirim dalam lipatan surat kabar. Produk yang paling banyak diiklankan pada masa ini adalah buku dan obat-obatan.
Pada tahun 1704 Boston Newsletter, koan AS pertama yang muat iklan, berupa tawaran hadiah bagi yang bisa menangkap pencuri baju.
Iklan-iklan media cetak pada abad 18 umumnya ditunjukan pada sasaran pembaca di Eropa yang menyebutkan adanya tanah-tanah garapan yang menantang untuk masa depan di Amerika. Salah satunya iklan ada tanah 150 ha di Philadelphia.
Pada tahun 1729 Iklan pertama di surat kabar “ Pennysilvania Gazette” yang terbit di Amerika Serikat. Amerika waktu itu masih menjadi wilayah jajahan Inggris, dan surat kabar yang didirikan oleh Benjamin Franklin itu berhasil mencapai tiras tertinggi serta pendapatan iklan terbesar pada masanya.
Pada tahun 1740 poster cetak outdoor pertama muncul di London (disebut “hoarding”).
Pada tahun 1776 muncul iklan proklamasi kemerdekaan AS di Pennsylvania Evening Post and Daily Advertiser, Koran yang terbit secara harian pertama di AS.
Ketika aktivitas perekonomian mulai meningkat diberbagai penjuru dunia, di abad 18-an, di Amerika Serikat, periklanan mulai mendapat perhatian besar. Beberapa toko di Eropa mulai berfungsi sebagai agen yang mengumpulkan iklan untuk surat kabar.
Sangat boleh jadi Sears catalog menjadi inspirasi bagi lahirnya iklan display di media cetak. Sears adalah pelopor rantai toko (chain stores) di A.S yang kemudian berkembang menjadi department stores. Kehadiran Sears yang menjual berbagai barang secara lengkap menggantikan toko-toko serupa berskala kecil yang pada waktu itu disebut dengan mercantile.
Untuk memudahkan pelanggan, karena pada masa itu transportasi masih terbatas, Sears menerbitkan katalog tentang semua barang yang dijual dan para langganan dapat memesan melalui pos (mail order). Setiap barang yang ditawarkan ditampilkan secara menarik dengan foto-foto dan gambar-gambar yang atraktif. Begitu populernya Sears Catalog di masa lalu, sampai-sampai ia disebut sebagai Injil Petani (Farmers Bible)
Tampilan dan peragaan produk seperti di Sears Catalog itulah yang kemudian dijumpai di berbagai surat kabar dan majalah di Amerika Serikat, serta kemudian menyebar ke seluruh dunia. Di masa kini penampilan seperti itu sering disebut sebagai display advertising (iklan komersial)
Pada abad ke-19 mulai dikenal pembelian ruang iklan melalui agen perseorangan (menyalurkan lagi ke perusahaan periklanan). Pada masa dinasti Edo di Jepang, awal abad-19 selebaran yang didistribusikan bersama surat kabar juga banyak membawa pesan-pesan komersial, khususnya tentang obat-obatan.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai bergerak pesat pada awal abad ke-19 akhirnya memicu hadirnya iklan di surat kabar amerika Serikat, beberapa surat kabar mulai memuat pesan-pesan singkat tentang produk, tampil dengan huruf-huruf kecil di dalam kotak, di antara berita dan Tulsan lain. Iklan yang saat ini disebut sebagai classified advertisement ini mempromosikan berbagai jenis barang dan jasa.
Pada tahun 1841 Volney Palmer, “orang iklan” (adman) masa-masa awal, bertindak sebagai media broker / agen, mendapat komisi dari pemasangan iklan di media (media placement). Palmer mendirikan Agensi Periklanan pertama oleh Volney Palmer di Boston. Pada waktu itu, agensi periklanannya masih sebatas perantara pemasar dengan pihak surat kabar sebagai penerbit iklan
Pada tahun 1844 muncul iklan majalah pertama di majalah Southern Messenger dengan editornya Edgar Allan Poe (pengarang Tarzan). Majalah-majalah iklan periode awal yang masih terbit sampai sekarang adalah Cosmopolitan, ladies Home Journal, ReadeR’s Digest.
Sampai tahun 1850-an, di Eropa iklan belum sepenuhnya dimuat di surat kabar. Kebanyakan masih berupa pamflet, leaflet, dan brosur.
Pada tahun 1864 periklanan berkembang seiring perkembangan pers yang juga ditandai berkembangnya perusahaan periklanan dengan fungsi sederhana.
Pada tahun 1871 Charles bates membuat biro iklan professional pertama kali.
Pada tahun 1875 di Philadelpia, dibuat agensi periklanan yang lebih multi fungsi. Dalam periode ini pula wanita mulai mengambil porsi. Baik sabagai tenaga periklanan, maupun sebagai image produk iklan. Penggunaan “wanita” sebagai daya tarik, pertama kali dipakai dalam iklan sabun mandi.
Pada tahun 1880 John Power, penulis naskah iklan (copywriter) pertama
Setelah 1880an, perusahaan periklanan meningkatkan fungsi dengan menawarkan konsultasi dan jasa periklanan lain
IKLAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI AKTIF
Perumusan pesan iklan menuntut kita untuk menjawab terlebih dahulu empat pertanyaan yaitu apa yang akan disampaikan (isi pesan) bagaimana mengatakannya secara logis (struktur pesan) bagaimana mengatakannya secara simbolis ( format pesan) dan siapa yang akan menyampaikannya (pembawa pesan).
Umumnya Isi Pesan memuat suatu bujukan yang bersifat Rasional, Emosional dan Moral. Sedangkan Struktur Pesan dalam penyampaiannya dapat dilihat dari argument dan penarikan kesimpulan.Argumen, Apakah dalam pesan tersebut hanya ditonjolkan satu sisi, seperti halnya hanya mengungkapkan suatu keunggulan produk atau argumen dua sisi yaitu disamping menonjolkan keunggulan juga diberitahukan kepada konsumen dampak atau kelemahan dari satu produk.Sedangkan penarikan kesimpulan apakah komunikator (pembawa Pesan) langsung memberikan kesempulan ataukah membiarkan audience menarik kesimpulannya sendiri atas pesan-pesan yang disampaikan.Format Pesan biasanya disesuaikan dengan media yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan. Penyampaian pesan secara simbolis memberikan penekanan daya tarik dalam komunikasi iklan.
Sumber pesan, berkaitan dengan sipembawa pesan dalam iklan. Dalam hal ini pemilihan pembawa pesan perlu memperhatikan keahlian, kecocokan kesukaan dari pembawa pesan terhadap produk yang dibawakan dan juga terhadap audinencenya…***
